Selamat Datang di Blogger Ferdy Rizky Adilya, S.H., Dalam blogger ini mungkin terdapat tulisan yang memiliki hak cipta di dalamnya, Harap menuliskan sumbernya apabila akan mengutip dalam tulisan dibawah ini, Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan.

Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan.

--J.E. Sahetapy--

Sabtu, 12 Oktober 2013

HUBUNGAN PASAL 1338 DAN 1320 DALAM KUH PERDATA


HUBUNGAN PASAL 1320 DAN 1338 KUHPERDATA

PASAL 1320 KUHPerdata
Menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1.         Kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang           membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak. Dalam bentuknya,   perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau          kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum      anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut       sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan             itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu     menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hal ini jelas, bahwa hukum   perjanjian tidak boleh dibuat dengan adanya paksaan kepada salah satu atau kedua belah pihak.
2.         Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada     beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19             tahun bagi wanita. Sedangkan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang       dimaksud dewasa adalah mereka yang sudah berusia 19 tahun bagi laki-laki dan berusia 16   tahun bagi wanita. Namun bila mengacu pada KUHPer, mereka yang dianggap cakap adalah berusia 21 tahun untuk laki-laki dan 18 untuk perempuan. Meski dalam undang-undang    perkawinan ditetapkan usia dibawah itu. Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata    karena berlaku secara umum.
3.         Obyek (Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas).
            Maksudnya objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi,           tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada      pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif
4.         Kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata,
            Suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab        yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Misalkan perjanjian jual beli       narkoba atau jual beli senjata gelap.

            Dari ke 4 syarat tersebut :
-          Syarat pertama dan ke dua disebut syarat subyektif.
“Sebab menyangkut subyek perjanjian. Apabila syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan lewat pengadilan. Jika tidak dituntut pembatalan, maka perjanjian tetap berlaku”.
-          Syarat ke tiga dan keempat disebut syarat obyektif.
“Sebab menyangkut obyek perjanjian. Jika syarat obyektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada”
-           Syarat Subyektif
“Syarat Subyektif adalah syarat sahnya perjanjian yang terkait dengan subyek atau para   pihak yang akan membuat perjanjian.
Syarat subyektif meliputi :
1.         Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa kedua subyek/pihak yang          akan             menandatangani perjanjian tersebut harus sepakat, setuju, seia sekata           mengenai hal-hal akan diperjanjikan;
   >       Cakap untuk membuat perjanjian, artinya orang yang menandatangani perjanjian    tersebut harus cakap menurut hukum. Berdasarkan pasal 1330 KUHPerdata          menggolongkan orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian sebagai berikut:
            - orang-orang yang belum dewasa;
            - mereka yang dibawah pengampuan;
            - orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang kepada          siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu (persyaratan ini telah dicabut);
            Terkait dengan syarat cakap menurut hukum, bahwa pihak yang menandatangani perjanjian itu adalah benar-benar pihak yang berwenang untuk menandatangani perjanjian tersebut, misalnya:
-           Pihak pengguna adalah Pimpro, ia bertindah mewakili negara untuk menandatangani         perjanjian berdasarkan SK Pengangkatan Pimpro;

-           Penyedia jasa (direktur) menandatangani perjanjian karena AD, ART PT, apabila perorangan dia harus memenuhi persyaratan 1330 KUHPerdata;
            Kata sepakat para pihak maksudnya para pihak telah setuju tentang isi per-janjian. Kesepakatan ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada paksaan, penipuan    dan kekhilafan. Terjadinya kata sepakat, mengandung makna, bahwa kedua pihak       haruslah mempunyai kebebasan kehendak, serta tidak terjadi penekanan yang          mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat             dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antar para pihak. Pernyataan          pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), dan pernyataan pihak yang        menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Agar terjadi kesepakatan        biasanya didahului dengan negosiasi.
                        Kecakapan untuk membuat sesuatu perjanjian adalah para pihak telah dewasa, sehat pikirannya, dan berwenang untuk membuat perjanjian tersebut, misalnya seorang pengurus Koperasi tertentu diberi kewenangan atau tidak untuk membuat kontrak/perjanjian tertentu.
Contohnya:
Si A sebagai karyawan Koperasi XX menjual mobil koperasi kepada Si B, tanpa dilengkapi surat kuasa untuk menjual dari koperasi (pengurus, manejer). Keadaan ini berarti Si A dikatakan tidak berwenang melakukan perjanjian jual-beli mobil koperasi tersebut.

2. Syarat Obyektif
            Suatu hal / obyek tertentu, maksudnya apa yang menjadi hak kreditur dan yang     menjadi kewajiban debitur harus sudah jelas, tertentu, dan dapat dibuktikan      keberadaannya.
            Misalnya: barang yang menjadi obyek perjanjian harus ditentukan jumlahnya,         jenisnya, ukurannya dan sebagainya.
            Syarat Obyektif adalah syarat perjanjian yang terkait dengan obyek atau isi yang   diperjanjikan.
            Syarat obyektif meliputi:
            a. Mengenai suatu hal tertentu, artinya bahwa obyek yang diperjanjikan harus jelas                 dapat ditentukan jenisnya. Jadi obyeknya harus tertentu, misalnya kewajiban                        membangun jalan, melakukan studi kebijakan pengadaan pemerintah dan lain-lain.
            b. Suatu sebab yang halal, artinya bahwa isi dari perjanjian tersebut harus tidak                      bertentangan genga peraturan perundang-undangan ketertiban umum, dan                  kesusilaan dimana perjanjian itu ditandatangani;



            Kesimpulan dari kedua syarat tersebut adalah :

1.         Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum,            artinya dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan perjanjian atau perjanjian itu         dianggap tidak ada sehingga para pihak tidak bisa menuntut pemenuhan kewajiban.     Misalnya perjanjian jual beli narkoba. Apabila dalam perjanjian ada beberapa atau   satu klausul yang melanggar perjanjian ketentuan perundang-undangan dan sifat     klosul tersebut bukan mengatur pokok-pokok perjanjian atau obyek yang    diperjanjikan, maka perjanjian tersebut tidak batal demi hukum akan tetapi klosul           yang bertentangan tersebut yang dinyatakan batal demi hukum sedangkan klausul      yang lain masih tetap berlaku.

2.         Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka pejanjian tesebut tidak batal demi     hukum, akan tetapi pihak yang dirugikan daat mengugat untuk membatalkan     perjanjian tersebut di peradilan atau arbitrase. Apabila pihak yang dirugikan tidak    memintakan pembatalan di pengadilan/arbitrase maka ketentuan perjanjian tersebut       harus tetap dilaksanakan.


Pasal 1338 KUHP

Pasal 1338 ayat (1) KUH.Perdata. menyebutkan:
1.         Semua persetujuan yang dibuat secara sah sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
            Kata "semua" menunjukkan adanya kebebasan bagi setiap orang untuk membuat perjanjian           dengan siapa saja dan tentang apa saja, asalkan tidak dilarang oleh hukum Artinya bahwa semua ketentuan dalam perjanjian yang telah disepakati para pihak mengikat dan wahib           dilaksankan oleh para pihak yang membuatnya. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada                  pihak yang tidak melaksanakan tadi Kalimat 'yang dibuat secara sah' diartikan pemasok    bahwa apa yang disepakati, berlaku sebagai undang-undang jika tidak bertentangan dengan             undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Apabila bertentangan, kontrak batal demi     hukum.
2.         Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau. karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

                        Pasal 1457 dan 1458 KUH Perdata, yang menyatakan jual beli adalah persetujuan             suatu             pihak mengikat diri untuk wajib menyerahkan barang dan pihak lain wajib membayar harga, yang dimufakati kedua pihak. Selanjutnya dalam Pasal 1475 KUH     Perdata menyatakan  penyerahan barang oleh penjual ke arah kekuasan dan pemegangan     pihak pembeli. Dengan begitu disimpulkan pembatasan syarat perdagangan juga             menyimpang dari prinsip jual beli yang menganut asas timbal balik.

3.         Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. yaitu keinginan subyek hukum untuk   berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah       barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat       dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama

            Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa membuat perjanjian jual beli apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan Hubungan antara Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1338 KUHPerdata dalam perjanjian Jual-beli Menurut Pasal 1338 ayat (1) bahwa : Perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata. Oleh karena itu kedua pasal dalam KUHPerdata tersebut saling mempunyai hubungan yang erat dalam perjanjian / perikatan.
            Dari Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut terdapat beberapa hubungan atau azas-azas atau bisa dikatakan juga prinsip-prinsip yang berlaku dalam perjanjian jual beli diantaranya adalah :
- Asas Kebebasan berkontrak/keterbukaan
- Asas Itikad Baik
- Asas Pacta Sun Servada
- Asas Konsensualitas / Konsensuil (Kesepakatan)
- Asas Berlakunya Suatu Perjanjian

1.         Asas Kebebasan berkontrak/keterbukaan
            Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian    (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata         yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-    undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut           tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari        pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian             apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa     untuk mebuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan         mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH Perdata. Sistem tersebut           lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system)
            Asas ini dibatasi dengan ketentuan dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu isi dari perjanjian            tidak boleh melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan umum
            Sistem terbuka artinya para pihak dalam melakukan perjanjian jual beli bebas          mengemukakan kehendak, mengatur hubungan yang berisi apa saja, asalkan memenuhi             syarat sahnya perjanjian.

2.         Asas Itikad Baik
            Dalam hukum perjanjian jual beli dikenal asas itikad baik, yang artinya bahwa setiap orang            yang membuat suatu perjanjian jual beli harus dilakukan dengan itikad baik. Asas itikad             baik ini dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif. Itikad           baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang atas        dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap bathin       seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan hukum. Sedang Itikad baik dalam pengertian       yang obyektif dimksudkan adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada             norma kepatutan atau apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.

3.         Asas Pacta Sun Servada
            Asas Pacta Sun Servada adalah suatu asas dalam hukum perjanjian yang berhubungan       dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak      adalah mengikat bagi mereka yang membuat seperti kekuatan mengikat suatu undang-      undang, artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat            mereka seperti undang-undang. Dengan demikian maka pihak ke tiga bisa menerima         kerugian karena perbuatan mereka dan juga pihak ketiga tidak menerima keuntungan karena             perbuatan mereka itu, kecuali kalau perjanjian itu termasuk dimaksudkan untuk pihak ke   tiga. Asas ini dalam suatu perjanjian dimaksudkan tidak lain adalah untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.
            Kalaulah diperhatikan istilah perjanjian pada pasal 1338 KUH Perdata, tersimpul adanya   kebebasan berkontrak yang artinya boleh membuat perjanjian, baik perjanjian yang sudah        diatur adalah KUH Perdata maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum dagang atau juga      perjanjian jenis baru, berarti di sini tersirat adanya larangan bagi hukum untuk mencampuri        isi dari suatu perjanjian. Adapun tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan perlindungan        kepada para konsumen dalam perjanjian jual beli bahwa mereka tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi     para pihak yang membuatnya.

4.         Asas Konsensualitas / Konsensuil (Kesepakatan)
            Maksud dari asas ini ialah bahwa suatu perjanjian cukup ada suatu kata sepakat dari mereka          yang membuat perjanjian jual beli tanpa diikuti oleh perbuatan hukum lain, kecuali          perjanjian yang bersifat formil. Ini jelas sekali terlihat pada syarat-syarat sahnya suatu   perjanjian dimana harus ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian (Pasal 1320         KUH Perdata). Perjanjian itu sudah ada dalam arti telah mempunyai akibat hukum atau     sudah mengikat sejak tercapainya kata sepakat. Sedangkan dalam pasal 1329 KUH Perdata             tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kata sepakat yang telah tercapai itu,             maka disimpulkan bahwa setiap perjanjian itu adalah sah. Artinya mengikat apabila sudah           tercapai kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan.
            Terhadap asas Konsensualitas / Konsensuil (Kesepakatan) ini terdapat pengecualian yaitu apabila ditentukan suatu formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batal apabila tidak dipenuhi formalitas tersebut, misalnya perjanjian penghibahan,     perjanjian mengenai benda Pada dasarnya perjanjian itu dilahirkan sejak detik tercapainya         kesepakatan antara kedua belah pihak. Dikatakan “pada dasarnya”, karena ada beberapa             bentuk perjanjian, karena perintah dari perundang-undangan harus dibuat dalam bentuk    tertulis atau harus disahkan oleh notaris (perjanjian notariil), sehingga perjanjian tersebut         baru sah kalau para pihak sudah menandatangani perjanjian atau sejak perjanjian tersebut      disahkan oleh notaris. Perjanjian yang tidak tertulis, misalnya: jual beli di pasar, perjanjian             ini lahir sejak adanya kesepakatan mengenai harga antara pihak penjual dan pembeli.    Sedangkan contoh perjanjian yang tertulis atau perjanjian notariil adalah: perjanjian            pengadaan barang/jasa instansi pemerintah, perjanjian peralihan hak atas tanah, dan lain-lain

5.         Asas Berlakunya Suatu Perjanjian
            Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 KUHPerdata “Semua perjanjian yang dibuat secara sah        berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Artinya bahwa semua     ketentuan dalam perjanjian yang telah disepakati para pihak mengikat dan wahib        dilaksankan oleh para pihak yang membuatnya. Apabila salah satu pihak tidak           melaksanakan perjanjian maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada             pihak yang tidak melaksanakan tadi
                        Asas ini dimaksudkan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Pada asasnya semua perjanjian itu hanya berlaku bagi para pihak, pihak ke           tigapun tidak bisa mendapat keuntungan karena adanya suatu perjanjian tersebut, kecuali        yang telah diatur dalam undang-undang. Asas berlakunya suatu perjanjian ini diatur dalam      pasal yaitu: Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi “Umumnya tidak seorangpun dapat   mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk            dirinya sendiri”. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku          antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan ini tidak dapat membawa      rugi kepada pihak-pihak ketiga; tidak dapat pihak etiga mendapat manfaat karenanya; selain        dalam hal yang diatur dalam pasal 1317.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar