Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Politik Hukum Pidana
(Criminal
Law Policy)
Dosen :
Dr. A Widiada Gunakaya SA, S.H,. M.H.
KESIMPULAN
Berdasarkan
kerangka pemikiran dalam pembahasan diatas, berarti suatu negara harus
merumuskan dan menetapkan aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka menuju welfare state mengenai hal-hal sebagai
berikut:
A. Aktivitas
negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan
tujuan-tujuan tersebut.
B. Pengambilan
keputusan mengenai apa yang menjadi tujuan, yang didalamnya menyangkut juga
penyeleksian beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan
yang telah ditetapkan itu.
C. Penentuan
kebijakan-kebijakan umum untuk melaksanakan tujuan-tujuan dimaksud yang
menyangkut pengaturan dan pembagian sumber-sumber daya yang kekuasaan dan
kewenangan untuk melaksanakan kebijakan dimaksud baik dengan cara persuasif
maupun paksaan.
D. Kekuasaan
dan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan dimaksud baik dengan cara persuasif
maupun paksaan (coercion).[68]
Itulah
sebabnya Sudarto mengemukakan, bahwa
istilah politik yang makna lainnya adalah kebijakan merupakan sinonim dari kata
“policy”, adalah sesuatu yang selalu berhubungan dengan negara dan masalah
kenegaraan.[69]
Menurut Widiada Gunakaya, apabila pendapat ini dielaborasi lebih lanjut, maka
didalam suatu negara sudah pasti terdapat masalah (masalah kenegaraan) yang
perlu dicari solusinya, sehingga masalah tersebut tidak akan menjadi faktor
penghambat dalam rangka mencapai tujuan negara. Jadi sesungguhnya,
dipecahkannya masalah kenegaraan tersebut melalui pendekatan kebijakan
(politik) adalah tetap dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan.[70]
Menurut Widiada politik hukum sangat berkaitan dengan
kebijakan publik yang meliputi:[71]
A. Kebijakan
dibidang penciptaan hukum (pembentukan atau pembaharuan hukum) :
1. Kebijakan
tersebut digunakan sebagai dasar dalam pembentukan dan penemuan hukum
2. Kebijakan
tersebut berfungsi sebagai parameter dalam menentukan arah, bentuk, isi dan
perkembangan hukum yang akan dibentuk dan dijadikan kriteria dalam menghukumkan
sesuatu.
3. Kebijakan
tersebut seiring dengan kebijakan publik lainya yang disusun dalam suatu
perencanaan untuk mencapai cita-cita atau tujuan negara yang dicita-citakan.
Didalam perncanaan
tersebut termasuk perumusan penentuan :
a. Mengenai
cara-cara yang dinilai paling baik dan efektif
b. Mengenai
pelaksanaan cara-cara yang telah dirumuskan tersebut kedalam suatu pola baku
dan mapan dalam rangka mencapai tujuan yang telah dicita-citakan.
B. Kebijakan
di bidang penegakan hukum (kebijakan penegakan hukum) ini meliputi:
1. Kebijakan
penegakan hukum terhadap hukum yang telah dibentuk (ius constitutum) atau hukum
yang akan diterapkan (ius operandum).
2. Kebijakan
penegakan hukum yang akan dibentuk (ius constituendum).
3. Kebijakan
penegakan hukum yang benar-benar diterapkan dalam menghadapi kasus hukum
konkret (ius operatum)
C. Kebijakan
dibidang pelayanan hukum meliputi:
1. Kebijakan
pelayanan hukum bersifat litigasi, dan
2. Kebijakan
pelayanan hukum bersifat nonlitigasi
D. Kebijakan
dibidang hukum adat (politik hukum adat) dan peraturan tidak tertulis yang
berlaku umum lainnya.
Dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang “kebijakan
kriminal” (“criminal policy”) yang tidak terlepas dari “kebijakan sosial”
(“social
policy”) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan
sosial” (“social welfare policy”) dan “kebijakan/ upaya-upaya untuk
perlindungan masyarakat” (“sosial defence policy”). [72]
Mengingat
adanya keterbatasan dan kelemahan hukum pidana baik secara penal maupun non
penal dilihat dari sudut kebijakan, maka penggunaan sarana penal seyogyanya
dilakukan lebih hati-hati, cermat, hemat, selektif dan limitatif, atau dengan
kata lain, sarana penal tidak selalu harus digunakan dalam setiap produk
legislatif. Akan tetapi kalaupun hendak digunakan, masalah utama yang perlu
disadari adalah penggunaan kebijakan yang integralitas. Artinya, perlu diintegrasikan
dan diharmonisasikan antara kebijakan nonpenal dan penal itu ke arah
pelaksanaan atau pengurangan faktor-faktor potensial untuk tumbuh suburnya
kejahatan. [73]
Jadi
secara singkat dapat dikatakan, bagaimana mengusahakan atau membuat dan
merumuskan suatu perundang-undangan hukum pidana yang baik (rasional), berarti
berbicara mengenai politik/kebijakan hukum pidana. Dan oleh karena itu Widiada
mengatakan politik hukum pidana itu sendiri pada dasarnya merupakan perencanaan
sarana penal yang baik dalam usaha penanggulangan kejahatan, maka politik hukum
pidana pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari usaha-usaha penanggulangan
kejahatan (politik kriminal) itu sendiri. Jadi Widiada berkesimpulan bahwa Politik
hukum pidana sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari politik
kriminal. Bertitik tolak dari pemikiran demikian, sesungguhnya pula
dikatakan, bahwa politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan
mengusahakan atau membuat dan merumuskan hukum pidana yang baik (rasional)”.[74]
[68] Widiada
Gunakaya.,loc.cit.,
[69] Sudarto
dalam Widiada Gunakaya.loc.Cit.
[70] Widiada
Gunakaya.,loc.cit.
[71] Widiada
Gunakaya.,loc.cit.
[72] Barda
Nawawi, Masalah penegakan hukum.....loc.cit.
[73] Widiada
Gunakaya.,loc.cit.
[74] Widiada
Gunakaya.,loc.cit.
DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep
KUHP Baru), Kencana, Jakarta, 2011.
... ... ..,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
Kejahatan. Jakarta: Kencana 2010.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar),Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 2010.
Widiada Gunakaya SA, Politik Hukum Pidana (Criminal Law Policy),
STHB, Bandung, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar