Selamat Datang di Blogger Ferdy Rizky Adilya, S.H., Dalam blogger ini mungkin terdapat tulisan yang memiliki hak cipta di dalamnya, Harap menuliskan sumbernya apabila akan mengutip dalam tulisan dibawah ini, Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan.

Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan.

--J.E. Sahetapy--

Minggu, 13 Oktober 2013

Thanks to the Task Dr.Widiada Gunakaya,SA,S.H.,M.H.


              ANALISIS SECARA KOMPREHENSIF PHENOMENA KEJAHATAN DIATAS DENGAN  MENGGUNAKAN TEORI-TEORI KRIMINOLOGI YANG RELEVAN UNTUK MENEMUKAN ETIOLOGIKALNYA SEKALIGUS CARA PENANGGULANGANNYA DENGAN MENGAPLIKASIKAN CRIMINAL POLITICY BY NONPENAL

            Jika kita simak literature kriminologi dari dulu memang telah diusahakan untuk merumuskan dan mendefinisikan kejahatan. Gorofalo misalnya; merumuskan kejahatan sebagai pelanggaran perasaan-perasaan kasih, Thomas melihat kejahatan sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan solidaritas kelompok dimana pelaku menjadi anggotanya, sedangkan W.A. Bonger mendefinisikan kejahatan sebagai “perbuatan yang sangat anti social yang oleh negara ditentang dengan sadar, berupa pemberian hukuman.
            Dalam beberapa rumusan kejahatan diatas, Nampak keanekaragaman rumusan yang kesemuanya menunjukan kebenaran, akan tetapi ada kecenderungan dari pembuat definisi untuk seolah-olah tidak sepakat bagaimana seharusnya kejahatan itu didefinisikan. Sebagaimana telah dikatakan semula, memang dari beberapa rumusan di atas sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua rumusan kejahatan, yaitu “legal definition of crime” dan “nonlegal definition of crime”. Lalu persoalannya; dari kedua macam rumusan tentang kejahatan itu, yang manakah yang harus dianut atau diterapkan dalam setiap pembahasan tentang kejahatan. Walaupun agak subjektif penulis menganut ‘Legal definition of crime” alasannya; karena kejahatan secara yuridis berarti tindak pidana, yang dapat diberikan sanksi pidana bagi setiap orang pelanggarnya. Sedangkan untuk menetapkan apakah suatu perbuatan itu kejahatan (tindak pidana) atau bukan terlebih dahulu harus ditetapkan secara yuridis melalui kebijakan undang-undang. Dengan demikian tolak ukurnya adalah “asas legalitas”.
            Untuk mencari factor-faktor yang secara etiologis mempengaruhi terjadinya kejahatan  usaha penyelidikan yang dilakukan secara ilmiah baru pertama kali dilakukan oleh Adolphe Quetelet (1796-1874) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pendidikan, pekerjaan, kemiskinan, iklim, dan perubahan musim mempunyai pengaruh terhadap timbulnya kejahatan, oleh karena itu ia yakin bahwa kejahatan dapat diatasi dengan memperbaiki kehidupan manusia.
            Cecare Lombroso lebih menekankan penelitiannya pada individu penjahat karena ia menghubungkan antara unsure-unsur biologis sebagai penyebab perilaku yang mengarah kepada kejahatan. selain itu Lombroso kejahatan tiba-tiba dipengaruhi oleh sifat-sifat nenek moyangnya yang telah lama pudar yaitu sifat-sifat kasar, brutal atau prilaku-prilaku jahat dewasa ini.        
            Jika diatas telah dipaparkan sebab timbulnya kejahatan dari seseorang (teori subjektif) maka coba paparkan pula kausalitas kejahatan menggunakan teori objektif dan mengupas sebab-sebab kejahatan berdasarkan factor-faktor yang terdapat diluar sisi penjahat.
1.      Lingkungan yang memberi kesempatan
2.      Lingkungan yang memberi tauladan
3.      Lingkungan ekonomi
4.      Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda
            Selain beberapa teori diatas, dapat juga diketengahkan teori lainnya yang menekankan factor sosio-struktural dalam membahas terjadinya kejahatan, seperti teori “konflik Kebudayaan” yang mempersoalkan hubungan antara berbagai system nilai dalam suatu daerah .
            “Teori Anomie” dari Robert Merton, yang menggambarkan himpunan-himpunan peraturan dalam masyarakat dalam system social menjadi kacau balau, akibatnya masyarakat menjadi kebingungan mengenai aturan tingkah laku mereka sendiri.
            Didalam Literatur kriminologi terdapat suatu asas umum dalam hal penanggulanngan kejahatn dengan menggabungkan dua metode yakni:
1.      Metode moralistic penanggulangan kejahatan dengan membina moral, khususnya moral pelaku kejahatan umumnya masyarakat pada umumnya.
2.      Metode abolionistik, yaitu menanggulangi kejahatan dengan usaha/cara menghilangkan factor etiologisnya.
            Dengan melakukan kedua metode inilah diharapkan pelaku kejahatan tidak lagi melakukan kejahatan dan mencegah orang lain supaya tidak melakukan kejahatan dan sekaligus tidak menjadi korban kejahatan.
            Dari seluruh paparan diatas, akhirnya kita ketahui bahwa “reaksi masyarakat terhadap kejahatan” adalah sangat penting selama reaksi tersebut bersifat resmi, karena reaksi yang tidak resmi, apalagi yang bersifat “euigenrichting” hanya menghambat kesuksesan politik criminal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar