Selamat Datang di Blogger Ferdy Rizky Adilya, S.H., Dalam blogger ini mungkin terdapat tulisan yang memiliki hak cipta di dalamnya, Harap menuliskan sumbernya apabila akan mengutip dalam tulisan dibawah ini, Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.

Penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan.

Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan.

--J.E. Sahetapy--

Jumat, 11 Oktober 2013

Thanks to the Task Bonarsius Saragih,S.H.,M.H.


  BAB I
PENGERTIAN ISTILAH SISTEM PERADILAN PIDANA

  1. Peristilahan
Istilah “criminal justice system” atau sistem peradilan pidana (SPP) kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan menggunakan dasar pendekatan sistem.
Remington dan Ohlin mengemukakan sebagai berikut : Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.[1]
  1. Pengertian
1.      Mardjono memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan sistem peradilan pidana adalah, sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan terpidana. Mardjono mengemukakan bahwa sistem peradilan pidana (criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan.[2]
2.      Prof Romli Atmasasmita membedakan istilah pengendalian dan penegakan hukum seperti yang diutarakan Mardjono. Menurut Prof Romli kedua istilah tersebut memiliki makna yang jauh berbeda bahwa pengertian sistem pengendalian dalam batasan tersebut diatas merupakan bahasa management yang berarti mengendalikan atau menguasai atau melakukan pengekangan (mengekang). Dalam istilah tersebut terkandung aspek management dalam upaya penanggulangan kejahatan. Sedangkan apabila sistem peradilan pidana diartikan sebagai suatu penegakan hukum atau Law Enforcement, maka didalamnya terkandung aspek hukum yang menitikberatkan kepada operasionalisasi peraturan perundang-undangan dalam upaya menanggulangi kejahatan dan bertujuan mencapai kepastian hukum (certainty). Dilain pihak, apabila pengertian sistem peradilan pidana dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan sosial defence yang terkait kepada tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dalam sistem peradilan pidana terkandung aspek sosial yang menitikberatkan kegunaan (expediency).[3]
3.      Muladi mengemukakan bahwa, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiil, hukum pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial. Sifat yang terlalu formal jika hanya dilandasi untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan.[4]













BAB II
SEJARAH SINGKAT SISTEM PERADILAN PIDANA[5]

Sistem peradilan pidana (SPP) untuk pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat oleh pakar Hukum Pidana dan para Ahli dalam “Criminal Justice System” sejalan dengan ketidak puasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dalam meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada masa itu, pendekatan yang digunakan dalam penegakan hukum adalah hukum dan ketertiban (law and order approach) dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut dikenal dengan istilah, “law enforcement”.
Istilah tersebut menunjukan bahwa aspek hukum dalam penanggulangan kejahatan dikedepankan dengan kepolisian sebagai pendukung utama. Keberhasilan penanggulangan kejahatan pada masa itu sangat bergantung pada efektivitas dan efisiensi kerja organisasi kepolisian.
Kendala-kendala yang terjadi pada massa itu bermuara pada model-model pendekatan yang digunakan. Untuk tujuan tersebut telah dilakukan suatu studi mengenai “Criminal Justice System” di Amerika Serikat, dipelopori oleh Frankfurter, Pound, Moley dan Warner sejak tahun 1920-an.
Frank Remington adalah orang pertama di Amerika Serikat yang memperkenalkan rekayasa administrasi peradilan pidana melalui pendekatan sistem (System Approach) dan gagasan mengenai sistem ini terdapat dalam laporan Pilot Proyek 1958. Gagasan ini kemudian diletakkan pada mekanisme administrasi peradilan pidana dan diberinama “Criminal Justice System”. Istilah ini kemudian diperkenalkan dan disebarluaskan oleh The President’s rime Commission.



BAB III
RUANG LINGKUP SISTEM PERADILAN PIDANA MELALUI PENDEKATAN SISTEM PERADILAN PIDANA[6]

  1. PENDEKATAN NORMATIF SPP
Pendekatan Normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan) sebagai institusi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata.
  1. PENDEKATAN ADMINISTRASI SPP
Pendekatan administrasi memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi managemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang digunakan adalah sistem  administrasi.   
  1. PENDEKATAN SOSAL SPP
Pendekatan sosial memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang digunakan adalah sistem sosial.










[1] Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta:Kencana, 2011), hlm.2.
[2] Ibid
[3] Ibid.Hlm 4.
[4] Ibid.Hlm 4-5.
[5] Ibid.Hlm 27-28.
[6] Ibid.Hlm. 6-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar