Penjatuhan pidana bagi seseorang yang
melakukan tindak pidana, sebelum negara terbentuk mengalami proses yang cukup
panjang. Penjatuhan pidana yang dimaksud terdiri dari tiga tahap yaitu[1]:
a. Dengan
cara membalas atau lex talionis atau
biasa disebut asas pembalasan. Jika terjadi sesuatu tindak pidana, maka
penyelesaiannya adalah dengan melakukan cara yang sama. Misalnya, jika si A
menusuk si B, maka si B atau keluarga si B menusuk kembali si A. Cara
penyelesaiannya yang demikian sering disebut dengan ungkapan oog om oog en tand om tand atau eye for eye and tooth for tooth atau life
for life (mata dibayar mata, gigi dibayar gigi atau nyawa dibayar nyawa),
atau hutang pati nyaur pati, hutang lara nyaur lara yang berarti: si pembunuh
harus dibunuh, si penganiaya harus dianiaya. Cara penyelesaian yang demikian
selain sulit menyeimbangkan bentuk yang akan dilakukan juga kurang manusiawi
dan bisa menimbulkan kekacauan di masyarakat sehingga pembalasan kemungkinan
akan berlanjut. Seiring dengan perkembangan tingkat peradaban manusia, maka
penyelesaian tindak pidana dengan cara membalas dengan apa yang dilakukan si
pelaku tindak pidana pada mulanya dirasa kurang mendukung terciptanya
masyarakat yang tertib. Oleh karena itu, cara tersebut diganti dengan cara
lain, yaitu memberikan ganti rugi.
b. Dengan
cara memberikan ganti rugi kepada korban atau keluarga korban. Jika terjadi
sesuatu tindak pidana, penyelesaiannya tidak lagi dengan cara membalas, akan
tetapi dengan memberikan ganti rugi kepada korban atau keluarga korban dalam
bentuk uang atau benda tertentu. Ganti rugi tersebut atas kesepakatan pihak
pelaku dan korban atau keluarga korban. Penyelesaian suatu tindak pidana dengan
memberikan ganti rugi cenderung menimbulkan masalah-masalah yang tidak
diharapkan. Karena untuk menentukan ganti rugi tersebut bukan hal yang mudah,
misalnya saja kalau yang dibunuh itu orang yang bisa diharapkan dimasa depan
bagaimana menentukan ganti ruginya apakah sama dengan orang yang masa depannya
tidak begitu cerah? Atau kalau tindak pidana itu menyangkut pencurian, dan
barang yang dicuri itu adalah barang yang mempunyai nilai sejarah tertentu,
bagaimana menentukan ganti ruginya? Cara pemberian ganti rugi kemudian tidak
dipakai lagi karena negara sudah terbentuk dan melalui alat-alat kelengkapan
negara seperti polisi, jaksa, dan hakim diberi kewenangan untuk menyelesaikan
suatu perkara pidana.
c. Setelah
negara terbentuk, hukum pidana telah tertulis dan aparat pemerintah, seperti
kepolisian, kejaksaan dan kehakiman sudah terbentuk, maka penyelesaian suatu
perkara pidana sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Polisi, jaksa dan hakim masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang diatur didalam hukum acara apabila
menyelesaikan suatu perkara pidana. Sebagai contoh: di negara kita jika tejadi
tindak pidana maka polisi melakukan penyelidikan kemudian dilanjutkan dengan
penyidikan, kemudian diadakan Berita Acara Pemeriksaan pada tersangka dan
apabila sudah lengkap maka berkas tersebut dan tersangka diserahkan kepada
kejaksaan. Apabila pihak kejaksaan merasa berkas sudah lengkap, maka pihak
kejaksaan memohon ke pengadilan negeri untuk diperiksa di persidangan. Kemudian
Pengadilan Negeri akan menetapkan sidang pemeriksaan. Dalam rangka membela
kepentingan tersangka atau terdakwa dari sisi hukum, maka mereka berhak
didampingi advokat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar